Acara belum dimulai, tetapi siang itu saya sudah diajak menjelajah melihat-lihat beragam kopi di Bandar Lampung. Di antara sekian banyak kemasan kopi Robusta, ada yang menarik perhatian saya. Bukan karena menyukai kopi tersebut melebihi yang lain, tetapi kopi inilah yang setiap kali saya ke Lampung rasanya senantiasa ditawarkan dengan perhatian sangat khusus. Harganya pun cenderung lebih mahal dibandingkan kopi lainnya, meskipun tak semahal kopi Luwak.
Kopi Lanang, begitu mereka menyebutnya. Ini sebenarnya merupakan istilah untuk membedakan biji kopi yang keluar dari keumuman. Kopi termasuk tanaman dengan biji buahnya berkeping dua alias dikotil. Meskipun pada asalnya berbiji belah dua, tetapi 5 – 10% di antaranya ada yang tidak optimal penyerbukan putik bunganya, baik akibat serangga maupun angin. Bisa juga akibat ketidakseimbangan distribusi makanan pada proses berbuah.
Tanaman yang sudah cukup tua sehingga kemampuan penyerbukannya menurun juga cenderung menghasilkan lebih banyak biji kopi yang keluar dari keumuman. Bukan biji belah dua, tetapi biji tunggal. Orang kampung kemudian menyebutnya sebagai kopi lanang. Istilah perkopiannya peaberry.
Karena berbeda, orang kemudian menyisihkannya. Tetapi kopi ini cenderung memiliki citarasa yang lebih istimewa sehingga akhirnya bukan menyisihkan, melainkan sengaja memilih secara cermat. Dari 1 kilogram biji kopi, kemungkinan hanya terdapat 5 – 10 gram kopi lanang. Jadi kalau ada 100 kilogram kopi, peluang memperoleh kopi lanang alias peaberry berkisar antara 5 – 10 kilogram. Itu pun harus cermat memilihnya. Tak heran kalau harganya menjadi mahal. Faktor utamanya adalah proses pemisahan yang memerlukan usaha ekstra.
Dari kata lanang yang dalam Bahasa Jawa bermakna lelaki inilah kemudian berkembang mitos seolah-olah kopi ini mempengaruhi kelelakian seseorang terhadap istrinya. Kandungan kopinya sendiri sama. Tidak ada bedanya dengan kopi yang normal. Baik kopi lanang Arabika, Robusta maupun kopi lanang dari jenis kopi lainnya tidak ada pengaruh apa pun terhadap vitalitas laki-laki. Hanya lebih istimewa citarasanya. Mungkin…. Apalagi jika menyeruput ditemani istri. Itu saja. Tak lebih.
Ditulis oleh:
Ustadz Mohammad Fauzil Adhim