Mohacs, Kekuatan Utsmani dan Wajah Lain Sejarah Eropa

share on:

“Több is veszett Mohácsnál”
(lebih buruk dari nasib kita di Mohacs), ungkapan orang-orang Hongaria ketika sedang menggambarkan nasib buruk.

“Suleiman menjadi raja terkemuka di Eropa pada abad ke-16, memimpin puncak kekuasaan ekonomi, militer, dan politik Negara Utsmaniyah. Suleiman secara pribadi memimpin pasukan Utsmani dalam menaklukkan benteng-benteng di Beograd dan Rhodes serta sebagian besar Hongaria sebelum penaklukannya dapat dihentikan pada pengepungan Wina pada tahun 1529.”
(Philip Mansel, Constantinople: City of the World’s Desire, 1453–1924.)

Sudah sering aku bahas sebelumnya di GenSa, bahwa salah satu alasan akun ini hadir, adalah karena banyak sekali puzzle sejarah luarbiasa yang belum kita temukan. Jika kita berhasil mengumpulkan lalu merangkainya, kita akan melihat gambar umat Islam di masa lalu dengan lebih jelas: umat ini bukan umat mainan, bukan umat yang menunggu dan menanti tanpa aksi. Umat ini, adalah salah satu “global player” yang disegani.

Seperti sekelumit fakta tentang Utsmani, yang akan lebih banyak membuat kita berdecak kagum setelah menyelami sejarah pertempuran Mohacs (Mohaç Muharebesi) sebuah peristiwa yang penuh dengan fakta “mind-blowing” tentang sejarah Umat Islam di Benua Eropa. Ada satu momen dimana 100 ribu muslimin Negara Utsmaniyah berhadapan dengan 200 ribu tentara gabungan Hongaria, Kroasia, Serbia, Bohemia, Kekaisaran Romawi Suci, Bavaria, Negeri Kepausan, Polandia dan bangsa Slovenia.

Eropa bersekutu dan mengumpulkan tentara terbaiknya untuk menghadapi “futuhat” Islam yang dibawa oleh pejuang-pejuang Utsmani. Mereka kumpulkan segala daya dan upaya, hingga kemudian bertemulah dua pasukan besar ini di Lembah Mohacs, 170 kilometer dari Budapest, Ibukota Hongaria hari ini. Kau tahu apa yang terjadi?

Sejarawan Turki, Yilmaz Oztuna menulis, “pertempuran ini berlangsung hanya 1,5 jam saja, dan di akhir peristiwa ini, tentara Hongaria berakhir setelah 637 tahun negeri itu berdiri.” Padahal Kaum muslimin sebelumnya harus berjalan 1000 kilometer jauhnya untuk sampai ke sana.

Ernest Lavisse, seorang sejarawan Prancis pernah menulis, “sejarah belum pernah menyaksikan pertempuran seperti yang terjadi di Mohacs; yang hasilnya sudah bisa disimpulkan hanya dengan satu serangan tangkas, dan berdampak pada masa depan sebuah bangsa berabad-abad lamanya.”

Peristiwa ini merupakan satu dari sekian banyak lembaran sejarah umat Islam yang kita sendiri tak tahu. Kita menganggap umat ini hanya figuran yang tidak punya tempat di hadapan negara-negara kuat di dunia. Padahal, Mohacs menjadi saksi kehebatan sekaligus kecerdasan manajemen Umat Islam. Sultan Suleiman Al Qanuni mengarahkan langsung jalannya pertempuran. Pasukan terbagi menjadi 4 gelombang yang shafnya sepanjang 10 kilometer. Di saat yang sama, ada “inner power” bernama iman dan kekuatan akidah yang membuat tekad semakin kokoh.

Referensi:

  1. درس المد الإسلامي وبداية التدخل الأوربي للجذع المشترك آداب
  2. Constantinople: City of the World’s Desire, 1453–1924
  3. معركة موهاكس، يوم من أيام الله
  4. Remembering the Jagiellonians (Routledge, 2018) pp. 71–100.

Gen Saladin | @gen.saladin | t.me/gensaladin

Leave a Response