Awalnya bernama Kapuziner. Muncul pertama kali di sebuah kedai kopi kota Wina tahun 1700-an sebagai kopi Turki Usmani (Ottoman Coffee) yang disederhanakan disebabkan sulitnya membuat Ottoman Coffee serta keterbatasan memperoleh rempah-rempah yang menjadi bahannya.
Wina alias Vienna atau penduduk setempat menyebutnya sebagai Wien memang mengenal kopi dari Turki. Tetapi Kapuziner baru muncul satu abad setelah kopi diizinkan oleh Paus bagi orang Nasrani. Sebelumnya, kopi dianggap sebagai minuman iblis atau minuman orang-orang kafir, dalam hal ini muslim.
Sejak tahun 1805, Kapuziner dideskripsikan sebagai “kopi dengan krim dan gula”. Kemudian tahun 1850 Kapuziner diperkaya dengan rempah berupa cinnamon (kayu manis) bubuk.
Kata Kapuziner berasal dari kata kapuzin (capuchin), yakni biarawan ordo Fransiskan. Sebutan ini disebabkan kopi yang telah dicampur dengan gula dan krim susu tersebut warnanya serupa dengan warna topi yang dipakai oleh Kapuziner. Nama Cappuccino berkembang di awal tahun 1900-an di Italia yang mengadaptasi kata capuchin, terutama setelah mempopulerkan mesin espresso tahun 1901. Sejak itu espresso menjadi dasar bagi kopi Cappuccino.
Jadi, kalau ada yang mengatakan Cappuccino berasal dari Italia, “tidak sepenuhnya salah”. Yang salah besar adalah menganggap belum menjadi penikmat kopi sejati kalau belum menyeruput Cappuccino.
Jika itu terjadi, sepertinya Anda perlu mencoba Ottoman Coffee dengan tujuh atau sembilan rempah. Bukan kopi Turki (Turkish Coffee) yang unsurnya kopi dan kapulaga Arab. Akan lebih baik lagi kalau mempelajari semangat kebaikan di balik peracikan kopi Usmani. Awalnya, bukan tentang rasa. Ia tentang manfaat untuk mendukung kebaikan.
Penulis
Ustadz M. Fauzil Adhim