Kemunculan Dinasti Utsmani
- calendar_month Sel, 28 Jul 2020
- visibility 317
Sejarah berdirinya Dinasti Utsmaniyah tidak terlepas dari peran Dinasti Saljuk yang didirikan oleh Tughrul Bek pada tahun 429 H atau 1063 M. Dimana selanjutnya diperintah secara berturut-turut oleh Alib Arsselan (455-465 H/1062-1072 M), Malik Syah (465-485 H/1072-1092 M), Barkiyaruq (487-498 H/1094-1103 M), Malik Syah II (498 H/1103 M), Abu Syuja’ Muhammad (498-511 H/1103-1117 M), dan Abu Harits Sanjar (511-522 H/1117-1128 M). Pemerintahan ini disebut dengan As-Salajikah al-Kubra atau Saljuk Agung.[1]
Ketika Thugrul Beik berkuasa, Dinasti Saljuk telah berhasil menguasai wilayah Marwa, Naisabur, Balkh, Jurjan, Tabaristaan, Khawirzm, Ray dan Isfahan serta terus menerus melakukan ekspansi tanpa henti. Wilayah-wilayah yang cukup luas tersebut kemudian dipartisi menjadi lima bagian, Saljuk Besar, Saljuk Kirman, Saljuk Irak dan Kurdistan, Saljuk Syiria, serta Saljuk Rum atau Asia Kecil.[2]
Saljuk Rum merupakan Saljuk yang menguasai wilayah Asia Kecil. Di tempat inilah Sultan ‘Alaudin Kaikobad menerima kedatangan Ertugrul beserta kabilahnya yang bermigrasi dari Khurasan pada abad ke-13 M. Jasa besar yang diberikan Ertugrul beserta kabilahnya terjadi di tengah perjalanan mereka menuju ke Anatolia.
Kala itu, sedang terjadi pertempuran sengit antara umat Islam dan Pasukan Salib. Umat Islam berusaha mempertahankan wilayah mereka dari jajahan kaum kafir, sedangkan Pasukan Salib tertuntut harus meluaskan wilayah mereka. Setelah terjadi pertempuran yang cukup sengit, pendulum kemenangan berada di sisi kaum kafir. Saat menyaksikan kaum muslimin terseok-seok itulah kemudian Ertugrul dan kaumnya memberikan pertolongan. Bantuan tersebut ternyata berhasil memberikan kemenangan bagi kaum muslimin dan membuat orang-orang kafir merasakan kekalahan.[3]
Pasca pertempuran, Sultan ‘Alaudin memberi penghargaan atas sikap dan bantuan Ertugrul bersama kabilahnya. Dia memberikan sebidang tanah di perbatasan Barat Anatolia, berdekatan dengan perbatasan Romawi. Selain itu, Ertugrul juga mendapatkan wewenang untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Romawi. Pasukan Ertugrul oleh Sultan diberi gelar dengan “Muqaddimah Sultan” atau Pasukan Pelopor Sultan.[4] Dengan demikian, pemerintahan Saljuk telah berhasil membentuk sebuah aliansi baru dalam berjihad melawan orang-orang Romawi. Aliansi antara Saljuk dan bangsa pendatang tersebut terjalin begitu kuat karena adanya satu musuh bersama (common enemy).[5]
Aliansi tersebut berkelindan selama masa hidup Ertugrul yang saat itu masih berstatus sebagai gubernur di Asia Kecil. Dinasti Saljuk sendiri berangsur-angsur mengalami kemunduran pasca wafatnya Sultan ‘Alaudin oleh serangan Mongol yang kedua pada tahun 1300 M. Terbunuhnya Sultan sekaligus menandakan berakhirnya Kesultanan Saljuk Rum.[6] Adapun Ertugrul meninggal tahun 699 H/1299 M kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Utsman. Dalam menjalankan roda pemerintahan, dia mengikuti kebijakan ayahnya untuk memperluas wilayah di negeri-negeri Romawi.[7]
Ketika Dinasti Saljuk dikalahkan oleh bangsa Mongol dan terpecah menjadi dinasti-dinasti kecil, Utsman mulai membangun kekuatan dan memisahkan diri dari Dinasti Saljuk. Kemudian Dinasti Utsmani diproklamirkan berdiri tepat pada tahun 699 H/1299 M.[8] Inilah asal mula sebuah dinasti yang kemudian hari dikenal dengan Dinasti Turki Utsmani. Utsman sendiri menjadi penguasa pertama Turki Utsmani yang memerintah pada tahun 1294/1299 M hingga 1326 M.[9]
Pada masa-masa awal, Dinasti Turki Utsmani hanya berstatus sebagai sebuah Dinasti atau Daulah. Hal itu berlangsung dari pemerintahan Utsman I (1299-1326 M) sampai kepada Sultan Bayazid II (1481-1512 M). Mereka hanya menganggap diri mereka sebagai seorang raja dari sebuah kerajaan atau dinasti.
Barulah setelah Konstantinopel berhasil ditaklukkan oleh Sultan Muhammad al-Fatih[10], lalu pemerintahan Mamluk yang berkuasa di Suriah dan Mesir ditaklukan Sultan Salim I[11], ditambah dengan meninggalnya Khalifah Abbasiyah al-Mutawakkil di Mesir pada tahun 951 H, dengan sendirinya seluruh Jazirah Arab sampai sebagian Afrika Utara bersatu di bawah komando Daulah Turki Utsmani. Sultan Salim I secara resmi memproklamirkan bahwa dirinya seorang Khalifah dan Turki Utsmani adalah Khilafah.[12]
Pada masa itu, Khilafah Turki Utsmani telah menjadi penguasa tiga benua. Benua Asia, Eropa, dan Afrika. Karen Armstrong menyebutkan bahwa pada masa Sultan Salim I, Afrika Utara dan Arabi masuk dalam wilayah Daulah ini. Ke arah Barat, pasukan Turki Utsmani telah berhasil memasuki benteng Wina yang merupakan jantung Eropa. Dengan dikuasainya Jazirah Arab, para Sultan Khilafah Utsmani selanjutnya memakai gelar “Haami al-Haramain asy-Syarifaini” atau “Khadim al-Haraimain asy-Syarifaini”. Hal itu dipelopori pertama kali oleh Sultan Salim I.[13]
Disusun oleh
Satrio K.
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 88.
[2] Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam . . . ,hlm. 407-408.
[3] Ziyad Abu Ghanimah, Jawanib Mudhi’ah fi Tarikh al-Utsmaniyah, (Daarul Furqan, 1983), hlm. 36.
[4] Hamka, Sejarah Umat Islam . . . , hlm. 207.
[5] Muhammad ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya . . . , hlm. 37.
[6] Tim Penulis, Ensiklopedia Sejarah Islam, alih bahasa: Arif Munandar, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), vol. 2, hlm. 141-144.
[7] Muhammad Farid Beik, Tarikh ad-Dinasti al-‘Aliyah al-Utsmaniyah . . . , hlm. 115.
[8] Mahmud Syakir, at-Tarikh al-Islami, (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1991), vol. 8, hlm. 62
[9] Abdul Syukur, Kitab Sejarah Peradaban Islam . . . , hlm. 410.
[10] Kota Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam pada 29 Mei 1453 M setelah pengepungan yang memakan waktu cukup lama, sekitar 9 bulan. Hari itu juga Kekaisaran Bizantium runtuh bersama tentara Romawi Timur. Lihat tulisan Abdul Syukur, Kitab Sejarah Peradaban Islam . . . , hlm. 414.
[11] Sultan Salim berhasil menaklukkan Dinasti Mamluk yang di Suriah pada tahun 1517 M. Setelah pemerintahan Mamluk di Suriah takluk, Sultan meneruskan penaklukkan ke Dinasti Mamluk yang berada di Mesir, dengan izin Allah Dinasti ini juga takluk pada tahun sama. Lihat, tulisan Muhammad ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya . . . ,hlm. 226-227.
[12] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam . . . , hlm. 46.
[13] Ibrahim al-Hasyimi al-Amir, al-Isyraf ‘ala al-mu’tanin bi tadwin ansab al-asyraf, (Mu’assatu ar-rayyan), juz. 1, hlm. 353.
- Penulis: admin
Saat ini belum ada komentar