Breaking News
Beranda » History » Para Mujahid Pengobar Perang Sabil

Para Mujahid Pengobar Perang Sabil

  • calendar_month Sel, 10 Nov 2020
  • visibility 266

“Jawa harus dipisahkan dari Islam.”

Perintah yang jelas dan tegas di masa kolonial itu lalu diimplementasikan dalam karya-karya literatur yang nantinya menjadi rujukan utama penulisan sejarah Jawa.

Dimulai oleh Thomas Raffles (1781-1826) dengan bukunya History of Jawa. Lalu John Crawfurd (1783-1868) dengan bukunya History of Indian Archipelago. Dan puncaknya adalah didirikannya Institute Javanologi oleh Keraton Surakarta.

Tak main-main, framing yang dibentuk adalah Islam yang berada di Jawa adalah Islam yang sinkretisme, alias ada percampuran dengan kepercayaan lama.

“Bungkusnya” Islam, namun dalamnya bercampur dengan Hindu-Budha-animisme dan dinamisme. Studi itu dititikberatkan menggali Jawa pra Islam untuk ditampilkan sebagai wajah Jawa yang “asli”.

Dikotomi Jawa dan Islam itu sejatinya baru dimulai tahun 1830-an pasca Perang Sabil yang dikobarkan Mujahid Jawa Pangeran Diponegoro atau yang lebih dikenal sebagai Perang Jawa.

Kolonial Belanda paham betul, jangan sampai terjadi lagi kesatuan identitas antara Jawa dan Islam. Karena kesatuan identitas itulah yang menggerakkan para bangsawan, Kyai, santri dan rakyat dalam jihad fi sabilillah. Sejak zaman Patiunus hingga Diponegoro sudah terbukti kesatuan identitas itu berbahaya.

Sejarah mencatat, ketika kerajaan Padjajaran dan Blambangan membuka pelabuhan-pelabuhannya untuk menerima kapal-kapal kolonial, kerajaan-kerajaan Islam telah bersatu untuk melawannya.

Dimulai dengan 300 armada kapal dari Demak yang dipimpin oleh Pangeran Fatih Unus atau yang dikenal dengan Patiunus menyerbu Malaka.

Perjuangan itu menyatukan kerajaan Islam lainnya, Cirebon, Tuban, Palembang, Jambi, Aceh, hingga Bugis. Sekalipun perjuangan itu belum membuahkan hasil, namun serangan itu memberikan pukulan telak bagi Portugis.

Kesadaran untuk melakukan perlawanan muncul berdasar nilai-nilai Islam, persaudaraan, persamaan, kedaulatan, marwah, dan kebebasan.

Selama berabad-abad saudagar Muslim dan bangsa-bangsa lain dari berbagai belahan bumi berdagang dengan aman dan damai di Nusantara, tanpa ingin menguasai. Tiba-tiba muncul bangsa penjajah yang memaksakan kehendak, ingin menang sendiri, membunuh dan membuat kerusakan.

Di tanah Jawa, perjuangan dilanjutkan oleh Sultan Agung dan pasukannya yang menggempur Batavia. Periode berikutnya, ada Pangeran Mangkubumi yang membuat Gustaaf Willem Baron Van Imhoff terkepung di benteng Ungaran dan Kapten de Clerck tewas dalam pertempuran sengit di sungai Bogowonto.

Tak surut langkah. Para pangeran dan raja-raja sholeh inilah Mujahid yang sesungguhnya, yang terus mengobarkan perlawanan dan mengorbankan semua yang dimilikinya dalam perang Sabil. Tak hanya di tanah Jawa, namun di setiap jengkal bumi Nusantara.

Setelah periode perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro yang membangkrutkan Belanda, mereka sepenuhnya sadar tak ada pilihan, segala cara harus dilakukan untuk memisahkan identitas bangsa ini dengan Islam, supaya perlawanan serupa tak terjadi lagi di masa depan.

Siasat Belanda berhasil. Bahkan sampai mereka angkat kaki dari negeri ini, kerusakan pemikiran yang ditimbulkan tak terhenti: Islam bukan bagian dari identitas bangsa ini.

Selamat Hari Pahlawan.

Jakarta, 10/11/2020
Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang | FB @uttiek_mpanjiastuti | www.uttiek.blogspot.com | channel Youtube: uttiek.herlambang

  • Penulis: admin

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Malabar, Kopi Tatar Pasundan Yang Mendunia

    Malabar, Kopi Tatar Pasundan Yang Mendunia

    • calendar_month Sab, 27 Apr 2019
    • visibility 256
    • 0Komentar

    Kopi Arabika Malabar, memiliki karakteristik rasa kekentalan dan keasaman medium ke atas. Citarasa dominan cokelat dengan rasa akhir rempah, bahkan terkadang ada rasa sedikit manis. Itu adalah karakter citra rasa dari kopi Malabar. Kopi lokal rasa international. Karena tiga tahun lalu, Kopi Malabar berhasil menjadi juara dalam festival kopi dunia yang digelar oleh Specialty Coffee […]

  • Sekularisasi Turki Utsmani

    Sekularisasi Turki Utsmani

    • calendar_month Sab, 18 Jul 2020
    • visibility 247
    • 0Komentar

    Menapaki kembali kejayaan Islam dalam sejarah, akan memperlihatkan bahwa kemajuan peradaban Islam sama sekali tak lepas dari sistem pemerintahan yang menaunginya. Berbeda dengan Barat yang saat itu berada di bawah cengkeraman Gereja otoriter dan sewenang-wenang dengan ecclesiastical law[1]-nya. Khilafah Islamiyah memberikan perlindungan dan kebebasan terkontrol dengan syari’at Islam sebagai general law yang menyentuh kepada seluruh […]

  • Pahitnya Kopi dan Kolonialisme di Indonesia (1)

    Pahitnya Kopi dan Kolonialisme di Indonesia (1)

    • calendar_month Sel, 30 Jun 2020
    • visibility 276
    • 0Komentar

    Kalau Anda mengecek topik obrolan tentang kopi di media sosial, Anda akan mendapati hasil yang tidak terlalu mengherankan. Di Instagram misalnya, ada 2.3 juta kiriman dengan tagar #Kopi. Ada lebih dari 800 ribu kiriman tagar #Ngopi. Deretan foto berbagai sudut dan jenis kopi setiap hari muncul di lini masa media sosial. Generasi milenial disebut begitu […]

  • Sinau Bareng Sejarah Peradaban Islami

    Sinau Bareng Sejarah Peradaban Islami

    • calendar_month Jum, 4 Mar 2022
    • visibility 151
    • 0Komentar

    SAATNYA GENERASI MUDA BELAJAR SEJARAH DAN BUDAYAKAN LITERASI, yuk bisa yuk!!!

  • Sejarah Secangkir Kopi Tubruk

    Sejarah Secangkir Kopi Tubruk

    • calendar_month Rab, 21 Okt 2020
    • visibility 298
    • 0Komentar

    Istilah kopi tubruk tidak dapat dilepaskan dari revolusi metode menyeduh kopi yang diperkenalkan oleh Turki Usmani. Menurut Robert Forsyth, President of the Australian Coffee Speciality Association, pada awalnya perlu waktu sekitar 5 jam untuk dapat menyajikan kopi yang siap dinikmati dengan melibatkan rembesan penggilingan. Saya sulit membayangkan proses pembuatannya, tetapi cara ini jelas sangat pelik. […]

  • 3 Fakta Epik Pembebasan Al Aqsha di Era Shalahuddin

    3 Fakta Epik Pembebasan Al Aqsha di Era Shalahuddin

    • calendar_month Jum, 20 Okt 2023
    • visibility 104
    • 0Komentar

    Sudah 106 tahun Palestina diambil dari rengkuhan Kaum muslimin. Kawan semuanya tahu, mereka datang dan mengusir penduduk asli Palestina, merusak rumah-rumah, membantai anak-anak dan ibu-ibu hamil, menghancurkan masjid, dan yang paling parah adalah: berusaha meruntuhkan Al Aqsha. 106 tahun ini umat Islam sayangnya masih saja banyak yang tidur dalam lelap. Singa hebat ini taringnya sedang […]

expand_less